Indah pada waktunya… Share

Hem, saya termasuk orang yang ga suka ribet akan hal apapun, termasuk hubungan dengan lawan jenis, seringkali saya memperhatikan teman – teman saya yang punya
pacar kalau mau pergi main minta ijinnya ke pacarnya laamaaaa banget, udah gitu pacarnya suka membatasi ga jelas, hhhfff…who are you sih???

Padahal nih, nanti klo jadi isteri malahan jadi suka bandel, mau keluar rumah ga ijin dulu sama suami, udah ijin terus ga di bolehin malah tetep keukeuh sumeukeuh main sama teman – teman, terus kalau di batasi dalam hal agar menjadi manusia yang lebih baik malah bilangnya ga bisa menerima apa adanya. Gimana si ini? ko semua jadi serba terbalik.
Dan, entah karena saya ga suka sama keribetan yang akan terjadi kalau saya pacaran, atau mungkin saya lebih mau mengamalkan yang sudah saya terlanjur dapatkan bahwa di dalam agama islam tidak ada namanya pacaran, yang dewasa ini ‘pacaran’ lebih banyak jeleknya daripada baiknya. Banyak hal yang seharusnya halal di dalam ikatan pernikahan menjadi haram. Saya memilih untuk tidak melaksanakan proses pacaran, lebih ingin bisa melaksanakan proses yang mananya ta’aruf. Sebelumnya maaf ya, ini mah ga ada maksud menyinggung anda – anda yang pacarannya masih bisa di control dalam koridor yang benar.
Di dalam Islam, proses mengenal ini di sebut ta’aruf. Pernah saya tanyakan kepada guru saya lebih tepatnya ustadz yang mengajar di pesantren tempat saya tumbuh dan berkembang, sebenarnya berapa lama ta’aruf ini seharusnya di jalankan? Beliau menjawab, tidak ada batasan waktu yang jelas sebenarnya, tapi untuk menghindari sesuatu yang tidak baik, hendaknya proses ta’aruf ini tidak memakan waktu terlalu lama.
Takut, seperti beli kucing dalam karung? Eits…nanti dulu, karena sebenarnya proses ta’aruf ini, bukanlah sekedar menjalani proses secara islami ( atau hanya biar di bilang islami ). Ta’aruf adalah proses mengenal seseorang, dari mulai hal sekecil apapun sampai sebesar apapun tentang diri orang yang di kenalkan maupun keluarga orang yang di kenalkan dengan di dampingi oleh orang tua, saudara, sahabat, ataupun orang terdekat lagi terpercaya. Karena pada saat – saat ini adalah saat yang rawan untuk dapat mengerti perasaan yang di rasakan sebenarnya oleh diri sendiri, kalau di dampingi kan orang lain bisa bantu menilai, meskipun keputusan terakhir ada di tangan kita. Kalau boleh kasih saran, biarlah ibu yang mendampinginya karena ibu jauh lebih dekat perasaannya dengan buah hatinya.
Rasulullah SAW pernah berkata kepada seseorang, pilihlah yang terbaik untuk pendamping dirimu, yang baik itu adalah orang yang tau diri, orang yang faham agama ( minimal tau mana yang benar ataupun mana yang salah secara umum ), orang yang mampu menjaga akhlaknya dengan agamanya, orang yang sekufu’ ( sepadan ).
Yang dimaksud kufu’ dalam pernikahan yaitu : laki – laki sebanding dengan calon istrinya, sama dalam kedudukan, sebanding dalam tingkat social, dan sederajat dalam akhlak serta kekayaan. Dewasa ini, enggak dapat di pungkiri juga jika kedudukan antara pria dan wanita sebanding, akan menjadi factor kebahagiaan hidup suami isteri dan lebih menjamin keselamatan perempuan dari kegagalan atau kegoncangan rumah tangga. Namun menurut saya kufu’ disini lebih kepada sikap hidup seseorang yang baik dan sopan, bukan dengan ukuran keturunan, pekerjaan, kekayaan, dll.
Lebih lanjut di dalam islam ukuran kufu’ ada 6 :
1. Keturunan
2. Merdeka
3. Beragama Islam
4. Pekerjaan
5. Kekayaan
6. Tidak cacat ( masih dalam perbincangan para ulama ), yang pasti hanya pihak wanita yang mempunyai hak untuk menerima atau menolak, dan bukan walinya. Dengan pertimbangan, karena dirinyalah yang akan merasakan resikonya.
Setelah proses ta’aruf berjalan dengan lancar, kini waktunya memilih…diakah lelaki / wanita pilihanmu??? Jika iya, selamat…anda akan memasuki proses kedua yaitu, pertunangan atau lebih di kenal dengan nama khitbah di dalam islam yang mana merupakan bentuk penyampaian keluarga pria kepada keluarga wanita, bahwa pria ini memiliki tanggung jawab ( mampu menikah ) dengan kata – kata “ kami sudah siap untuk menikah “. Pada saat khitbah, baik orangtua wanita ataupun wanitanya sendiri di perbolehkan mengajukan syarat seberat apapun kepada sang pria calon mempelai. Seperti pada film Ketika Cinta Bertasbih, saat itu Anna memberikan syarat kepada Furqon, akad nikah akan terjadi jika Furqon menyetujui untuk tidak menikah lagi selama Anna masih menjadi istrinya dan dapat memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu.
Nah, kalau khitbah sudah disetujui maka akad nikah pun dapat terjadi selama khitbah ini tidak di batalkan karena hal apapun, misalnya karena calon mempelai pria tidak dapat memenuhi syarat yang di ajukan semasa khitbah. Dimana akad nikah adalah momentum paling sacral sepanjang kedua proses yang telah di jalani sebelumnya, akan terjadi ijab – qobul ataupun suatu perjanjian nikah, sejak ijab – qobul inilah orangtua akan menyerahkan tanggung jawab atas anaknya kepada suaminya. Berbanding terbalik dengan pada saat khitbah, mahar untuk pernikahan tidak boleh yang memberatkan kedua belah pihak.
Sebagai catatan, sebelum memutuskan untuk menikah hendaknya anda sekalian, baik wanita ataupun pria mengetahui dan memahami siapa wanita – pria yang boleh di pilih, hukum pernikahan, syarat pernikahan, himah menikah, hak serta kewajiban suami – isteri.
Hem…
Semoga kita semua akan dan dapat merasakan sensasi keindahan cinta nan suci itu pada waktunya. Waktu yang telah Allah siapkan untuk bertemu dengan orang yang juga telah di pilihkan oleh-NYA. Mengutip dari omongan seseorang bahwa hidup ini penuh keseimbangan, di liputi oleh 4 unsur yaitu :
1. Niat
2. Usaha
3. Doa
4. Tawakkal
Dan soal asmara, soon or later, ia akan membentuk keseimbangannya sendiri. Lewat invisible hand yang akan menggetarkan kilauan jiwa – jiwa nan penuh harap.

Wallahua’lam bi showab.

posted under |

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

rahmaadharini

    Followers


Recent Comments